Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

2015/03/17

Totalitarianisme dan Kemanusian

*Ahmad Muqsith (Presiden Direktur KSMW 2015) Negara, dari mana ia tercipta dan untuk apa tujuan penciptanya? Maka akan banyak pandangan yang memberi jawaban sesuai corak pemikiran yang khas sesuai disiplin keilmuanya. Menurut John Locke dalam Two Treatises on Civil Government, manusia pada dasarnya akan mempunyai dua keadaan dalam state of nature-nya. Keadaan alamiah pertama manusia adalah saat mereka dilahirkan mempunyai kebebasan yang sama dengan manusia lainya. Kedua, manusia juga mempunyai nilai kesetaraan yang sama sejak dilahirkan dan tidak ada manusia yang dilahirkan lebih daripada manusia yang lain. Karena hukum alamiah manusia itu menjadikan manusia bebas dan setara, Locke memandang itulah mengapa manusia tidak seharusnya bisa melukai hak orang lain, bahkan melukai diri sendiri pun tak diperbolehkan. Hak alamiah yang paling subtantif menurutnya adalah hak hidup, kebebasan dan kepemilikan. Hak alamiah akan melindungi seluruh manusia dalam kawasan state of nature agar kehidupanya harmonis dan damai, agar hal itu terjadi maka manusia yang melanggar hak alamiah manusia lain boleh-harus dihukum. Untuk melakukan hukuman terhadap orang yang melanggar hak alamiah, maka menutut manusia membentuk sebuah institusi yang bisa menghukum atas nama manusia lainya dalam wilayah state of nature tadi. Institusi ini hanya diberi wewenang sebatas apa yag diberikan seluruh manusia untuk melindungi hak alamiahnya, tidak sewenang-wenang dan absolut. Tugas institusi ini adalah memperbaiki apa yang tidak baik dan menghukum pelanggar hak alamiah orang lain. Tugas lainya adalah mencegah agar kekacauan-pelanggaran hak alamiah tidak terjadi dalam suatu wilayah yang terlindungi institusi tadi, menjaga keharmonisan (stabilator). Selanjutnya institusi itulah yang disebut dengan negara. Selanjutnya masing-masing negara mempunyai kewenangan sendiri mengatur dan menjaga tujuan diciptakanya negara (agar kehidupan manusia yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu harmonis dan damai). Akan tetapi, seiring perkembangan zaman (globalisasi) menuntut negara-negara tidak bisa secara otonom-mandiri mengatur-menjaga hak alamiah warganya tanpa pengaruh-kebijakan negara lain. Apalagi saat perusahaan multi nasional menancapkan akarnya pada peradaban manusia di abad modern. Lomba untuk saling menguasi-menghegemoni menjadikan gambaran Locke mengenai konsep bahwa manusia yang pada awalnya bebas dan setara menjadi hanya sebatas utopia semata. Perbedaan kelas, harta dan kuasa menjadi pemisah antara kelompok sosial. Bahkan aliran totaliarisme menjadi gaya neo feodalisme dalam usaha menjadi peradaban yang superior dibanding peradaban lainya. Francis Fukuyama dalam bukunya the End of History menjelaskan bahwa neofeodalisme tersebut adalah akhir peradaban dimana demokrasi dan kapitalisme adalah akhir-puncak peradaban. Berbeda dengan pendapat Fukuyama, Huntington dengan teorinya benturan peradaban, yang menurut penulis bertujuan akhir kokohnya totaliarisme. Maka kita tidak sepenuhnya salah jika meminjam tesis darinya untuk membaca permasalahan ini. Menurut Huntington dalam clash of civilitation, setidaknya ada enam hal yang menyebabkan benturan antar peradaban. (1) Perbedaan peradaban yang mendasar akan mempengaruhi pandangan tentang relasi manusia-Tuhan, manusia-manusia, manusia-alam. Kemudian interaksi yang berawal dari peradaban yang berbeda juga akan membawa pada perbedaan pentingnya kerabat dalam hal hak dan kewajiban, kebebasan dan otoritas, persamaan dan hirarki.(2) Sensitifitas yang terbentuk karena tingkat intensitas interaksi meningkat. Sensitifitas ini akan membawa kesadaran penuh bahwa memang ada perbedaan peradaban yang nyata. (3) Gerakan fundamentalis keagaamaan yang berasal dari tercerabutnya identitas lokal yang sudah tergerus sistem moderenisasi ekonomi dan perubahan sosial yang terjadi di seluruh belahan dunia. (4) Akan ada dominasi suatu peradaban untu menghegemoni suatu peradaba lainya. Peradaban yang sadar ingin digerus akan melakukan perlawanan lewat pengembangan pengaruh peradabanya terhadap peradaban lainya. (5) Karakteristik budaya barat dan non-barat yang begitu kental perbedaanya, memperjelas sulitnya kompromi antar peradaban. (6) Terbentuknya regionalisme ekonomi yang semakin meningkat. Sementara dalam permasalahan-permasalahan kekuasaan politik kenegaraan, totalitarianisme haruslah dilawan bersama-sama. Pemikiran Hanah Arendt, dalam tulisan Janu Wijayanto, mengingatkan bahwa benih totalitarianisme muncul dari lahirnya rezim korporasi raksasa yang menguasai uang, teknologi, produksi dan pasar diseluruh dunia. Siapapun yang mencoba bersaing-melawan akan dilibas habis. Rezim ini menyedot uang dalam jumlah besar sampai negara-negara (terutama negara berkembang) kehabisan uang dan dipaksa meminjam bantuan kredit. Pinjaman ini disertai syarat berat ; pembebasan tarif dari produk korporasi raksasa tersebut, izin eksploitasi sumber daya alam, swastanisasi perusahaan-perusahaan negara, investasi pabrik untuk memproduksi barang kebutuhan premier, perluasan jaringan mal dan supermarket sampai ke pelosok desa. Dengan begitu korporasi raksasa mendekte pakaian apa yang harus kita pakai, makanan apa yang harus kita makan, kapan kita harus bekerja, kemana kita harus berlibur, berapa gaji kita. Dalam Globalization : Capitalism and Its Alternatives, Sklair (2002) menyatakan bahwa globalisasi kapitalis terdiri dari tiga praktik transnasional. (1). Praktik ekonomi perusahaan-perusahaan transnasional yang mencakup hubungan mereka dalam hubungan sistem produksi dan sirkulasi yang lintas batas. (2). Munculah kelas kapitalis transnasional yang bertindak demi kepentingan bersama dalam memperluas kapitalisme global dan yang praktik-praktik politiknya berupaya mengontrol dan memandu globalisasi melalui partai politik dan badan-badan internasional. Kelas ini terdiri dari 4 bagian, pertama eksekutif perusahaan transnasional (fraksi korporat), para birokrat, politisi negara dan politisi antar negara (fraksi negara), kau profesional global (fraksi teknis) dan terakhir para pedagang dan eksekutif media (fraksi konsumeris). (3). Praktik-praktik konsumerisme ideologi-kebudayaan, yang memanfaatkan media global untuk menciptakan keinginan-keinginan buatan agar dipenuhi melalui konsumsi komoditas. Dalam paradigma marxis, Skalir mengatakan bahwa sistem ini adalah benih pengahancur dirinya sendiri (globalisasi kapitalis). Kemudian munculah gerakan yang melawan akibat globalisasi kapitalis (rusaknya lingkungan, polarisasi kelas sosial) yang menyuarakan HAM, maka globalisasi ini disebut globalisasi sosial. Indonesia sebagai negara penyedia Sumber Daya Alam berlimpah, dan penyedia tenaga kerja usia produktif sampai tahun 2030, semakin membuat posisinya semakin strategis menjadi sasaran. Pertarungan global yang memperebutkan dua hal yang dimiliki Indonesia di atas diperkirakan memuncak pada tahun 2030-2040. Dengan empat aliran besar yanng sedang uji kekuatan dan pengaruh untuk mengontrol penuh dunia, jika Indonesia salah langkah maka merdeka 100% menjadi mimpi di siang hari. Jika salah langkah maka Indonesia hanya meninggalkan pilihan “lebih memilih ingin dijajah oleh siapa?” hanya sebatas itu. Kelompok pertama dalam perebutan tersebut adalah White Anglo Saxon Protestan/Pax Britanica menuju Pax Americana (UKUSA: United Kingdom, United States, Australia, ditambah Kanada & Selandia Baru walau akhir2 ini Selandia Baru merapat ke Uni Eropa). Kedua, Katolik (Pax Romana, semangat kebangkitan bangsa Romawi melalui Uni Eropa). Ketiga, Yahudi (Mengalami diaspora di politik, ekonomi, pengetahuan. Secara formal ada diwakili Negara Israil di Palestina). Terakhir, Konfusius (Shanghai Coorporation Organisation/SCO dikomadani China di timur) Sempat digagas Uni Afrika oleh Moammar Kadafi (Libya) tetapi keburu dihabisi oleh UKUSA, kekuatan Islam yg menonjol tinggal Iran dan Syiria selebihnya justru ditampilkan sebagai teroris. Globalisasi yang tidak memberi kesempatan kita menghindar dari kerangka geopolitik, geoekonomi, geokultur, mengharuskan kita tahu siapa lawan dan kawan kita. Setelah mampu melakukan hal itu, langkah selanjutnya adalah menjalankan “Tri Khidmah PMII”. Pertama menguasai masjid, menguasai Kampus dan menguasai pesantren. Tri khidmah ini tentu diharapkan mampu meredam dan menghalau cengkraman gerakan totalitarianisme untuk mengatur secara absolut kehidupan kita. Sebagai kader PMII, kita tentu harus memahami bahwa Islam harus menjadi patut diperhitungkan dalam kancah pertarungan antar peradan global. Dan kebangkitan Islam haruslah lewat PMII. Sementara kebangkitan Indonesia menurut hemat penulis dimulai saat mahasiswa mampu merubah globalisasi kapitalis menjadi globalisasi sosial. Syaratnya, setiak kader harus terus belajar.

Socializer Widget By Blogger Yard
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →

0 komentar:

Posting Komentar