Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

2015/03/17

Krisis Perpolitikan Indonesia

Ahmad Muqsith (Presiden Direktur Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo 2015) Menurut Mahatma Ghandi, 90 % penduduk India pasca merdeka tidak perlu-membutuhkan campur tangan pemerintah. Sementara 10 % sisa rakyat yang membutuhkan campur tangan pemerintah adalah, 5% teratas pedagang yang kikir, para penimbun, pelaku kartel dan pedagang pasar gelap, serta 5% dibawahnya adalah rakyat kecil yang terdiri dari pencuri biasa, para pembunuh dan anggota-anggota gengster. Sementara 90% rakyat lainya mampu mengelola urusan mereka sendiri di desa-desa. Semua itu karena pada dasarnya mereka terdiri dari lelaki dan perempuan yang shaleh dan pemelihara tradisi kebijakan, pemelihara tradisi agama dan moralitas India. Bagi Ghandi kehidupan 90 % penduduk India tadi akan lebih damai jika tetap tidak ada campur tangan pemerintah dalam kehidupanya. Melihat ketegasan Ghandi, penulis refleksikan untuk menanyakan apa dan seberapa penting peran negara untuk rakyatnya? Karena pernyataan Ghandi secara eksplisit menegaskan bahwa sebenarnya rakyat tidak terlalu membutuhkan pemerintah. Sebaliknya, pemerintahlah yang sangat membutuhkan rakyat. Faktanya, dalam sistem kenegaraan modern pemerintah menjadi hal yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan suatu kelompok masyarakat. Pemerintah mengatur sistem politik, sosial, ekonomi, pendidikan dan hal lainya. Harga sembako yang sebenarnya akan dihasilkan sendiri oleh sistem alamiah perdagangan tak luput dari campur tangan pemerintah melalui mekanismenya. Kehadiran Negara untuk Rakyat Sementara John Locke mengatakan pemerintah (negara) adalah konsensus bersama yang diamanati menjaga hak alamiah masyarakat yang tinggal di suatu wilayah tertentu. Pemerintah tidak punya kuasa absolut dan sewenang-wenang. Kuasanya terbatas. Negara diberi tugas oleh konsesnsus masyarakat yang membentuknya untuk melakukan reparation, dalam arti memperbaiki apa yang tidak baik dan menghukum mereka yang melanggar. Tugas lain dari negara adalah resistant, mencegah segala tindakan yang dikhawatirkan menimbulkan kejahatan (melanggar hukum/hak alamiah manusia). Tujuan negara hanya sebatas menjaga hak alamiah manusia yang ada di dalam wilayahnya. Karena tujuanya menjaga hak alamiah masyarakat yang yang berada di wilayah state of nature, jika negara gagal menjalankan apa yang diamanahkan masyarakat kepadanya, sebenarnya kehadiran negara dalam keadaan seperti itu sudah tidak dibutuhkan lagi. Penulis beranggapan bahwa kehadiran Indonesia sebagai sebuah pemerintahan tidak dibutuhkan lagi oleh rakyatnya. Indonesia sebagai negara kesatuanlah yang rakyat harapkan. Berbagai akumulasi permasalahan-kebanyakan permasalahan politik-membuat pemerintah semakin menjadi asing bagi rakyatnya. Pelanggaran-pelanggaran hak alamiah yang dilakukan pemerintah kepada rakyat secara simultan membuat Indonesia sebagai negara mengalami krisis nasional. Menurut Hatta, krisis ini dapat diatasi dengan memberikan kepada negara seorang pimpinan yang dipercayai oleh rakyat. Karena krisis ini adalah krisis demokrasi, perlulah hidup politik diperbaiki. Partai-partai harus mengindahkan dasar-dasar moral dalam segala tindakanya. Krisis Nasional Melihat perpolitikan Indonesia rasanya tidak ada alasan untuk tidak membenarkan pendapat bapak proklamator kita. Permasalahan yang berkelindan tidaklah jauh dari masalah “pemimpin” yang dipercayai rakyat. Konspirasi, hukum besi oligarki yang berputar di lingkaran elit politik, korupsi, penyalahgunaan wewenang, merampas semua kepercayaan rakyat pada pemimpinya. Politik Indonesia masih politik ala Machiaveli, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan kelompok. Lakon politik Indonesia ala Machiaveli ini sudah tidak lagi mempedulikan zeitgeist di Itali tempo itu, politik Indonesia menggelinding terlalu jauh dari tempat pertama Plato menjatuhkanya di titik bernamavirtue. Perangkat peraturan dan aparat gagal melaksanakan solusi yang digagas Hatta untuk menjawab krisis nasional ini. Pemimpin pemerintahan tidak bisa dipercaya. Semakin jauh keadilan sosial yang diamanahkan UUD untuk diwujudkan. Carut marut permasalahan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polisi Republik Indonesia menambah luka-derita rakyat. Semakin jelas bahwa terlalu banyak kepentingan banyak pihak dalam kasus ini, jelas kepentingan tersebut bukanlah untuk kepentingan rakyat. Dualisme kepemimpinan di beberapa Partai Politik juga mewarnai krisis nasional perpolitikan Indonesia. Krisis ini membelokan tujuan politik yang seharusnya menjadikan kekuasaan mengelola tujuan-kepentingan khalayak umum menjadi money oriented. Krisis nasional yang akar permasalahanya didominasi masalah politik membenarkan tesis Hobes, ”manusia adalah srigala bagi srigala lainya”. Lembaga negara yang menjadi tumpuan pemenuhan kesejahteraan sosial rakyat akhirnya saling bunuh. Kepentingan kelompok menjadi kunci. Politikus sudah tidak paham arti “kemaslahatan umat”. Krisis akan selesai saat para pemimpin mulai sadar untuk menjadi layak “dipercayai” (lagi) oleh rakyat. Apapun caranya.

Socializer Widget By Blogger Yard
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →

0 komentar:

Posting Komentar